Oleh Muhaimin Iqbal di www.geraidinar.com |
Di tengah hangatnya isu program pensiun dini bagi pegawai sipil yang diusulkan oleh Kementerian
Keuangan RI, Surat Pembaca harian Kompas Ahad 26/06/2011 nampaknya
sengaja menampilkan suara hati para pensiunan. Apa yang muncul di Harian
Kompas tersebut bisa jadi hanya puncak gunung es dari problema yang
dihadapi para pensiunan dari instansi atau perusahaan apapun, dan pada
tingkatan pangkat pegawai yang manapun. Intinya uang pensiun lebih
sering dirasa tidak mencukupi ketimbang sebaliknya. Pertanyaannya
kemudian adalah mungkinkah membuat dana pensiun itu mencukupi bagi Anda
?. Saya melihat kemungkinannya, meskipun tentu saja tidak selalu
mudah...
Selama ini bekal utama para pensiunan menurut istilah para financial planners disebut sebagai three-leg-stool
atau kursi berkaki tiga. Kaki yang pertama adalah tabungan pribadi yang
dikumpulkan sendiri selama yang bersangkutan bekerja, kaki yang kedua
adalah program pensiun atau pesangon yang diberikan oleh perusahaan
ketika yang bersangkutan memasuki usia pensiun dan yang ketiga adalah
program pensiun yang dikelola oleh pemerintah (atau BUMN yang ditunjuk).
Melihat
adanya tiga sumber bekal para pensiunan ini, seyogyanya para pensiunan
adalah orang-orang yang makmur yang dapat menikmati hari tuanya. Dan ini
sungguh terjadi pada para pensiunan yang pensiun sebelum 1970-an.
Tetapi kemudian pasca 1971 ketiga kaki kursi para pensiunan tersebut
seolah runtuh secara bersama-sama, sehingga tidak mampu menopang
kebutuhan financial para pensiunan sesudah itu. Mengapa demikian ?.
Ketiga ‘kaki’ yang menjadi bekal para
pensiunan tersebut pada umumnya tersimpan dalam bentuk satuan yang sama
yaitu satuan uang kertas. Meskipun dengan nama yang berbeda-beda, ada
yang bernama tabungan , deposito, asuransi hari tua, dana pensiun dlsb.-
ibarat telur yang sudah ditaruh pada keranjang yang berbeda-beda,
tetapi semua rentan terhadap penyakit yang sama yaitu penyakit inflasi.
Fenomena
tersebut diatas dapat kita lihat dengan jelas pada grafik dibawah.
Pasca Perang Dunia II sampai 1971 harga emas stabil karena memang uang
kertas tidak diijinkan dicetak tanpa adanya cadangan emas yang setara,
dampaknya dapat dilihat pada harga minyak yang berfluktuasi naik turun
pada sumbu datar hanya karena mekanisme pasar – supply and demand,
maka demikian pula harga barang-barang kebutuhan pokok manusia. Uang
yang dimiliki generasi kakek-nenek kita yang masa pensiunnya tidak
melewati 1971 – uang pensiunnya secara umum cukup aman tersimpan dalam
satuan mata uang kertas karena daya belinya relatif stabil.
Tidak
demikian halnya dengan Bapak – Ibu kita yang memasuki pensiun setelah
tahun 1971 dimana daya beli uang kertas mulai bergejolak. Uang mereka
menjadi tidak menentu daya belinya, maka demikian pula kehidupan
financial mereka.
Generasi kita yang akan pensiun pada dasawarsa ini kondisinya menjadi lebih buruk lagi, selain bergejolak karena supply and demand
– juga ada kecenderungan penurunan daya beli uang kertas yang semakin
nyata. Jadi bila hanya mengandalkan bekal pensiun dari tiga kaki
tersebut diatas, maka hampir pastilah bahwa kehidupan financial kita
akan lebih buruk ketimbang generasi Bapak kita atau bahkan generasi
sebelumnya.
Lantas apakah generasi kita harus menerima saja dampak financial environment
yang tidak menguntungkan seperti ini ?, tidak harus juga demikian. Kita
bisa memperkokoh kaki-kaki bekal pensiun kita bila kita bisa membuatnya
kebal terhadap penyakit inflasi. Bagaimana caranya ?.
‘Bekal’
Anda yang pengelolaannya berada di tangan Anda sendiri simpan dalam
bentuk aset riil yang produktif ketimbang dalam bentuk uang kertas
apapun namanya. Pilihan pertamanya adalah aset yang mampu mempertahankan
nilai dan sekaligus juga sedapat mungkin menghasilkan cash flow.
Contoh dari kategori ini adalah sawah atau tanah yang produktif, ruko
atau rukan yang aktif digunakan untuk bekerja, tanaman, peternakan dan
berbagai growing assets lainnya.
Pilihan
keduanya adalah bila tidak bisa memperoleh kombinasi yang optimal
antara kemampuan mempertahankan nilai/daya beli dengan cash flow,
minimal ‘bekal’ Anda harus mampu mempertahankan daya belinya. Kategori
ini yang paling gampang pengelolaannya adalah emas/Dinar atau
perak/Dirham karena kini sudah terbentuk pasarnya sehingga menjadi
proteksi nilai yang sangat efektif.
Untuk
aset yang dikelola oleh perusahaan seperti uang pesangon dan juga yang
dikelola oleh instansi pemerintah/swasta seperti dana pensiun, dari
waktu kewaktu muncul peluang dimana Anda diijinkan untuk mengelolanya sendiri
lebih cepat – seperti program pensiun dini yang diusulkan oleh
Kementrian Keuangan tersebut diatas. Bila peluang seperti ini muncul,
saran saya jangan ragu untuk mengambilnya !. Mengapa ?.
Bila
hasil jerih payah Anda yang tersimpan dalam tiga kaki kursi pensiun
Anda tersebut dalam kendali Anda, Anda bisa memilihnya untuk
dialokasikan pada aset riil yang memiliki daya beli tetap dan syukur-syukur juga menghasilkan cash-flow.
Bila tidak-pun minimal bisa Anda alokasikan ke aset yang terproteksi
nilainya. Pada saat yang bersamaan, bisa jadi inilah saatnya bagi Anda
untuk pindah kwadran – menciptakan lapangan kerja untuk Anda sendiri dan
juga memberi peluang orang lain untuk bekerja.
Bila
peluang ini tidak Anda ambil, hampir pasti intansi tempat Anda bekerja
akan mengelola dana pensiun Anda dalam bentuk unit uang kertas yang
dalam beberapa dasawarsa terakhir terbukti tidak terlindungi daya
belinya seperti pada grafik diatas. Lebih baik berbuat maksimal sekarang
ketimbang setelah pensiun Anda harus mengungkapkan kekecewaan Anda di
media masa karena instansi tempat Anda bekerja (dahulu) memang tidak
berdaya untuk memenuhi kebutuhan Anda di hari tua !. Wa Allahu A’lam.
|
Jumat, 07 Oktober 2011
Agar uang Pensiun cukup
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar